VBAC Journey Part 1
Bismillaahirrahmaanirrahiim..
Kali ini mau nulis agak beda yaa yang biasanya saya nulis jurnal perkuliahan, ini mah bukan tugas perkuliahan, tapi semoga apa yang saya tulis hari ini bisa bermanfaat, terutama untuk para ibu yang merindukan proses kehamilan sampai kelahiran yang minim trauma, penuh cinta (klo kata Dewa 19- cinta adalah perjuangan wkwkw) dan consciousness, karena tulisan ini bukan hanya tentang ibu dan janin saja. Sesuatu yang alhamdulillah Alloh ridhoi ini semua terjadi walaupun selama perjalanan kehamilan banyaaak sekali kejutannya. Yuk simak!
DESEMBER 2019
Setelah menuntaskan race 10k pertama saya, ntah saya punya keinginan untuk off race dulu di tahun 2020. Sayapun gak punya banyak rencana tentang apa yang akan saya lakukan di tahun 2020 selain menuntaskan pelatihan ToT (Training of Trainer) untuk program privat Natural Swimming Program, sebagai seorang pelatih renang.
My very first 10k race |
FEBRUARI 2020
Saya sempat berada di kondisi drop sebelum menyadari bahwa saya udah telat menstruasi. Ah, kurang olahraga kali ya. karena dari kemarin hujan. Coba deh dilariin dulu. Alhamdulillah lumayan seger. Eh tapi kok telatnya lumayan ini udah lama, coba deh beli testpack. Dan.. DEG! garisnya duaaaa! MaasyaAlloh gak nyangka. Tunggu seminggu lagi deh, baru ke dokter.
Setelah telat lebih dari 2 minggu, akhirnya saya
dan suami memantapkan buat mengkonfirmasi kehamilan ke dokter. Waktu hamil
kedua tahun lalu, saya full ke dokter laki-laki, maunya buat kehamilan ini bisa
berjodoh sama dokter kandungan perempuan. Akhirnya bismillah, datanglah saya ke
BWCC atas rekomendasi temen saya yang merupakan bidan disana (dan ternyata pas
saya kesitu Bu Bidan Intan baru aja resign huhuhu). Intan udah lama rekomen Dr. Riyana Kadarsari, SpOG pas saya
curhat abis lahiran Kian, pengin bgt lahiran normal klo punya anak lagi, karena
qodarulloh pas lahiran Kian rejeki saya diinduksi 24 jam + cito SC. Pertama
kali kontrol, dikasih buku ibu hamil-nya BWCC. yang surprise disitu
adalah langsung ada VBAC checklist! MaasyaAlloh, dalam hati
terus berdoa moga-moga berjodoh hamil sampai bersalin di klinik ini.
Perkenalan sama Dr.
Riyana hari itupun terasa berkesan buat saya, karena baru kali itu saya ketemu
obgyn perempuan yang suka lari juga (iyes, sambil nunggu dipanggil saya
coba browse dikit IG nya beliau, dan langsung bergumam: wow
she's a marathoner, yet a cyclist. she must be cool! hehehe..) dan
akhirnya setelah kehamilan terkonfirmasi bertanyalah saya : dok saya masih
tetep boleh lari gak? pake metode maffetone gitu biar gak
eungap. Trus dikasih lampu hijau laaah alhamdulillah! Kata beliau, ibu hamil
itu justru harus stay active, saya aja dulu hamil masih nge-gym sampe
6 bulan. Kemudian beliau banyak memberikan edukasi seputar pentingnya menjaga
nutrisi selama kehamilan. Beliaupun sangat terbuka untuk menjawab pertanyaan di
luar ruang praktek, dengan memberikan kartu nama dan bilang "wa aja ya,
Ma, boleh kok.."
Slow-jogging di usia kehamilan 11 minggu |
Sejak itu, sayapun tetap menjalankan rutinitas slow jogging di akhir pekan dan renang seminggu sekali, sampai usia kehamilan 3 bulan. Setelah itu slow-jogging diganti dengan power walk dan renang, karena gak memungkinkan, diganti dengan yoga. Beberapa jurnal seputar pemeliharaan pola gerak saya terdapat di jurnal perkuliahan kelas Bunda Cekatan lalu, monggo bisa dilihat disini yaa..
Sebulan kemudian,
ketika jadwal kontrol bulanan mendekat, pandemi pun melanda. Dan para ibu hamil
dihimbau untuk menunda dulu kunjungan ke dokter kandungan. Baiklah, nanti aja
deh kalau udah gak PSBB lagi. Oiya karena saya punya riwayat keguguran di
kehamilan kedua, di kehamilan kali ini saya melakukan cek kehamilan usia 13
minggu ke dokter spesialis fetomaternal. Informasi lengkapnya bisa dilihat
disini ya. Alhamdulillah hasilnya baik, dan bahkan jenis kelamin si adek udah
bisa terlihat via USG 4D..hihi
TRIMESTER 1&2
Selain pola gerak dan
pola makan yang menjadi highlight di
kehamilan kali ini,ternyata pola pikir / kondisi emosi&jiwa ibu merupakan
tantangan terbesar saya. Sejak mengetahui garis dua sampai kunjungan ke dokter
fetomaternal di usia 13 minggu, selain beradaptasi dengan perubahan hormonal, saya
juga harus bergelut mengatasi trauma dari kehamilan kedua kemarin. Saya banyak
dilanda anxiety dan juga fear. Sesuatu yang sejujurnya lebih
dahsyat dibandingkan ketakutan saya terpapar pandemi.. Sampai akhirnya saya
mendapatkan insight dari seorang
psikolog:
THERE IS ALWAYS HOPE BETWEEN FEAR VS ANXIETY
Dan sebagai seorang
muslim, justru inilah saatnya saya tak henti-hentinya berdoa, agar dijauhkan
dari rasa sedih dan takut:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ
Artinya: "Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari lilitan hutang dan kesewenang-wenangan manusia."
Doa ini teruuus saya
panjatkan dan jadikan afirmasi sehari-hari, sampai saya jadikan wallpaper di ponsel saya.
To be continued
Comments
Post a Comment