Day 6 - Thiwul dari Kebun Pak Ujang
Pak Ujang sedang mencangkul lahan kebun |
Pak Ujang adalah seorang petani di Kampung Rancamoyan, Banten. Beliau memiliki lahan kebun sayuran, walaupun tidak besar. Disitu pula dibangun tempat tinggal untuk Ia dan keluarganya.
Pak Ujang mulai bertani sejak Ia masih muda. Dulunya Pak Ujang hanya bertani di lahan orang. Ia tidak memiliki tanah walaupun hanya satu meter.
Tapi, Pak Ujang adalah seorang petani yang rajin bekerja dan semangat belajar. Setelah bertani selama satu tahun, Pak Ujang mulai mengumpulkan uang untuk dapat sekolah lagi. Karena, jika Ia tamat sekolah dan berprestasi, Ia memiliki kesempatan untuk belajar mendalami pertanian.
Pak Ujang kemudian mengubah waktu bekerja nya menjadi pagi-pagi sekali, agar ketika siang, pekerjaannya sudah selesai, dan Ia masih memiliki waktu untuk belajar.
Ia pun lulus SMA dengan prestasi yang baik, dan sudah memiliki tabungan untuk melanjutkan pendidikan. Ia semangat sekali untuk mempelajari teknik bertani, agar ilmunya dapat bermanfaat untuk pekerjaannya sehari-hari.
Ketika pemilik lahan datang untuk berkunjung, Pak Ujang mulai mengajukan rencana mengelola lahan tersebut menjadi perkebunan yang lebih produktif. Pak Ujang minta diberi kesempatan untuk menggarap lahan tersebut dengan ilmu yang dimilikinya, dan menjamin bahwa semua hasil panen akan disetorkan kepada pemilik lahan.
Setelah disetujui, Pak Ujang mulai bertani dengan ilmu yang dimilikinya. Dan benar saja, hasil panen meningkat, hasil penjualan dari sayur mayur pun bertambah dua kali lipat. Pemilik Lahan sangat senang dengan kerja keras Pak Ujang, dan menghadiahkan Pak Ujang sebidang tanah untuk diolah sendiri.
========================================================================
Dua puluh lima tahun kemudian..
Pak Ujang sudah pensiun menggarap lahan milik orang lain. Ia sudah berkeluarga, dan memiliki dua anak yang bernama Hadi dan Hana.
Sekarang, Ia hanya bertani di lahan miliknya saja. Tidak terlalu besar, namun cukup untuk menghidupi keluarganya. Pak Ujang yang menggarap lahan, sedangkan Bu Tini; istrinya - lah yang memanfaatkan hasil panen dari kebunnya itu. Sebagian untuk disimpan (dimakan sendiri), sebagian untuk dijual ke pasar, dan sebagian lagi untuk diolah. Makanan olahan tersebut sering dijual untuk memenuhi pesanan tetangga, karena masakan Bu Tini terkenal enak di kampung itu.
Namun rutinitas Pak Ujang tidak pernah berubah.
Pagi-pagi sekali, setelah sholat subuh, Pak Ujang sudah mulai keluar rumah tanpa alas kaki. Beliau sengaja berjalan tanpa alas kaki, karena konon katanya hal tersebut baik untuk kesehatan tubuh.
Setelah mengelilingi kebunnya sambil menghirup udara yang segar, Pak Ujang kembali ke rumahnya untuk bersiap-siap. Beliau mandi pagi, ganti baju, dan menyiapkan cangkul serta topi caping sebagai alat pelindung diri.
Ibu Tini sudah menyiapkan sarapan pagi untuk Pak Ujang sekeluarga. Pagi itu, kebetulan anak sulung dari Pak Ujang yang bernama Hadi sedang berlibur di rumah. Sehari-hari, Hadi biasa bekerja di tengah laut, menjadi kapten di sebuah kapal laut nasional. Jadi, Hadi hanya dapat pulang ke rumah pada saat jadwal libur saja.
"Bu, hari ini bikin thiwul kan? Hadi sudah kangen sekali dengan tiwul buatan Ibu."
"Iya Nak, kebetulan kemarin Bapak habis panen singkong, hasil panennya bagus-bagus. Jadi Ibu sengaja bikin thiwul agak banyak karena Ibu tahu Hadi senang sekali dengan thiwul. makan yang banyak ya Nak.." , Ibu pun membawakan tiwul dari kukusan yang baru diangkat. Aroma singkong kukus dan gula palem yang sangat khas memang membangkitkan selera makan.
Thiwul kesukaan Hadi |
"Wah, kalau thiwul buatan Ibu, gak ada lawannya! paling enak se-antero Banten!" , Pak Ujang menghampiri meja makan, setelah bersiap-siap.
"Eh Bapak, mari Pak, duduk disini. Hadi ingin cerita sama Bapak tentang perjalanan kemarin." , Hadi mulai membuka pembicaraan.
"Biar sarapannya tambah nikmat, ini Ibu sudah buatkan kopi untuk kalian. Ibu minum teh saja ya.. Nah.. Ayo Hadi, jadi bagaimana perjalanan kemarin?" , Ibu pun tak mau ketinggalan cerita.
Akhirnya mereka sarapan sambil berbincang bersama di ruang makan. Hana, adik perempuan Hadi, juga ikut sarapan bersama sebelum akhirnya Hana berpamitan untuk pergi ke sekolah.
Walaupun Pak Ujang hanyalah seorang petani, tetapi beliau berhasil menyekolahkan anak-anak mereka sampai ke tingkat tinggi, berkat kerja keras dan ketekunan Pak Ujang untuk terus mencari ilmu yang bermanfaat, dan mempraktekkannya dalam pekerjaan sehari-hari.
========================================================================
Cerita ini terinspirasi dari seporsi thiwul yang saya beli di Stasiun Kebayoran tadi pagi.. :)
Hanya dengan memakan thiwul, saya jadi teringat kepada para petani lokal di Indonesia yang masih terus giat bekerja demi menafkahi keluarganya. Ah, saya jadi malu jika dengan seluruh kemudahan rezeki yang diberikan oleh Alloh SWT seperti sekarang, saya masih suka merasa jenuh dan jengah.
Rasa syukur itu harus terus dikalibrasi, agar kita tetap bersemangat dalam keihklasan, dan jangan sampai kufur nikmat..
#Tantangan10Hari
#Level10
#KuliahBunsayIIP
#GrabYourImagination
Comments
Post a Comment